Senin, Agustus 4, 2025

Prabowo Pangkas APBN Rp306 Triliun, Apa Dampaknya?

JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi terdampak kebijakan pemangkasan anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025. Presiden Prabowo Subianto meminta para menteri dan pimpinan lembaga negara memangkas anggaran belanja nonprioritas sebesar Rp306,69 triliun.

Ekonom sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Falianty, mengatakan kebijakan ini dapat menimbulkan tekanan pada pertumbuhan ekonomi jika pemangkasan anggaran salah sasaran. Misalnya, jika belanja modal dialihkan ke program dengan efek rambatan yang rendah dalam jangka pendek.

“Kegiatan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki efek pengganda, begitu juga perjalanan dinas. Jika salah satu dikurangi untuk menambah yang lain, efek bersihnya harus benar-benar diriset,” ujar Telisa kepada CNBC Indonesia, Jumat (24/1/2025).

“Pada tahap awal, efek kontraktif akan lebih terasa, sementara efek ekspansifnya memerlukan jeda waktu. Hal ini bisa menjadi risiko penurunan pertumbuhan ekonomi pada 2025,” tambahnya.

Telisa menjelaskan beberapa kebijakan yang kini dipangkas, seperti perjalanan dinas, sebenarnya menjadi penopang pertumbuhan ekonomi dalam beberapa waktu terakhir karena mampu meningkatkan aktivitas sektor transportasi dan perhotelan. Namun, jika anggaran tersebut diprioritaskan hanya untuk satu program, maka efek pertumbuhan di sektor tersebut akan hilang.

Baca juga:  ‎BSI Catat Kenaikan Aset, Target Tembus Rp500 Triliun

“Transportasi dan hotel biasanya memberikan efek langsung, sementara MBG mungkin memiliki efek langsung, tetapi efek penggandanya butuh waktu karena ini program baru,” jelasnya.

Sementara itu, ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menilai konsep pemangkasan anggaran demi efisiensi dan efektivitas perlu dilakukan pemerintah. Hal ini bertujuan memastikan dana belanja negara sepenuhnya bermanfaat bagi masyarakat. Namun, dia menekankan pentingnya realokasi anggaran tersebut untuk keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.

“Anggaran sebaiknya dialokasikan untuk program jangka panjang yang berdampak luas, seperti swasembada pangan dan energi, bukan hanya program temporer,” ujar Esther.

Dia juga menyoroti pentingnya pemerintah membuat indikator kinerja utama (Key Performance Indicator) untuk memastikan realokasi belanja yang dilakukan lebih terukur.

“Harus ada evaluasi indikator kinerjanya untuk memastikan apakah APBN tepat sasaran. Selama ini, banyak anggaran dialokasikan untuk belanja rutin,” katanya.

Baca juga:  ‎BSI Catat Kenaikan Aset, Target Tembus Rp500 Triliun

Esther menegaskan jika anggaran dialihkan ke belanja modal, dampak negatif terhadap perekonomian dapat diminimalkan. Namun, pengurangan anggaran belanja, termasuk belanja modal, tetap berpotensi memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Rincian Inpres Nomor 1 tahun 2025

Dalam diktum ketiga Inpres Nomor 1 tahun 2025, Presiden Prabowo menginstruksikan seluruh menteri dan pimpinan lembaga untuk mengidentifikasi rencana efisiensi belanja kementerian/lembaga (K/L) sesuai besaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Efisiensi ini mencakup belanja operasional dan nonoperasional, seperti belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin. Namun, belanja pegawai dan bantuan sosial tidak termasuk dalam rencana efisiensi ini.

Selain itu, prioritas efisiensi diberikan pada anggaran yang tidak bersumber dari pinjaman dan hibah, rupiah murni pendamping, serta penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum kecuali yang disetorkan ke kas negara. Anggaran dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang menjadi underlying asset penerbitan SBSN juga tidak termasuk dalam efisiensi ini. []

| CNBC Indonesia

Berita Populer

Berita Terkait