JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyatakan dukungan Indonesia terhadap surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan kepala otoritas pertahanan, Yoav Gallant.
“Penerbitan surat perintah penangkapan oleh ICC terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant merupakan langkah signifikan untuk mewujudkan keadilan atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di Palestina,” tulis akun resmi Kemlu RI di platform X, @Kemlu_RI, pada Sabtu (23/11)2024).
Indonesia juga kembali menegaskan dukungannya terhadap semua upaya untuk memastikan pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan oleh Israel, termasuk melalui jalur hukum di ICC.
“Indonesia menekankan bahwa surat perintah penangkapan tersebut harus dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan hukum internasional,” lanjut pernyataan tersebut.
Langkah ini, menurut Indonesia, merupakan bagian penting untuk mengakhiri pendudukan ilegal Israel di wilayah Palestina dan memajukan pembentukan Negara Palestina yang merdeka sesuai dengan prinsip Solusi Dua Negara.
Pada Kamis, ICC resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant atas dugaan tindak kejahatan perang.
“ICC dengan ini mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua individu, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya dari 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024,” demikian pernyataan resmi ICC.
Tanggal 20 Mei 2024 yang disebut dalam pernyataan itu merujuk pada waktu Jaksa ICC, Karim Khan, mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap kedua tokoh tersebut.
Mahkamah juga dengan suara bulat menolak tantangan Israel terhadap yurisdiksi ICC berdasarkan Pasal 18 dan 19 Statuta Roma.
Mahkamah menyatakan “menemukan alasan yang masuk akal” untuk percaya bahwa Netanyahu dan Gallant “memikul tanggung jawab pidana” atas kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode peperangan, serta kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
Surat perintah ini diterbitkan ketika serangan genosida Israel di Jalur Gaza memasuki tahun kedua, yang telah menewaskan lebih dari 44 ribu warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Serangan tersebut juga menyebabkan hampir seluruh penduduk Gaza kehilangan tempat tinggal di tengah blokade yang berlangsung. Blokade ini dengan sengaja menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan, mendorong masyarakat ke ambang kelaparan. []