BANDA ACEH – Aceh dikenal dengan kekayaan alam yang luar biasa, dengan cadangan mineral logam diperkirakan mencapai 5,582 miliar ton dan cadangan batu bara lebih dari 1,122 miliar ton. Selain itu, provinsi ini juga memiliki cadangan mineral non-logam yang tercatat sekitar 22 juta ton.
Data tersebut disampaikan oleh Pelaksana Harian Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Said Faisal, dalam diskusi bertema ‘Masa Depan Pertambangan di Aceh’ yang diselenggarakan Jurnalis Ekonomi Aceh, Jumat (8/11/2024).
Faisal menjelaskan sumber daya alam Aceh tersebar di wilayah barat dan selatan, sementara sekitar 80 persen wilayah tengah Aceh adalah kawasan hutan yang harus dijaga kelestariannya. Dia menekankan pentingnya pengelolaan yang bijaksana terhadap kekayaan alam ini, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kemakmuran masyarakat Aceh.
“Kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, dan tantangannya adalah bagaimana kita mengelola potensi tersebut dengan bijaksana, sesuai dengan anugerah yang diberikan Allah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Faisal menjelaskan secara filosofis bahwa tambang dan sumber daya alam adalah milik negara, yang juga menjadi bagian dari hak Aceh. Oleh karena itu, pengelolaan sektor pertambangan dipercayakan kepada investor, mengingat pemerintah daerah tidak memiliki dana yang cukup untuk melakukan eksplorasi yang memerlukan biaya besar.
“Dengan demikian, pengusaha diberikan izin untuk mengelola tambang, dengan harapan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, sesuai dengan amanah Pasal 33 UUD 1945,” tambah Faisal.
Pengelolaan sumber daya alam di Aceh diatur melalui UU Nomor 11 tahun 2006, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah Aceh serta pemerintah kabupaten/kota. Namun, dengan adanya regulasi baru seperti UU Nomor 23 tahun 2014 dan UU Nomor 3 tahun 2020, sebagian kewenangan tersebut telah dialihkan ke pemerintah pusat, yang bertentangan dengan prinsip kekhususan Aceh.
Meski demikian, pemerintah Aceh terus berjuang untuk mempertahankan hak pengelolaan tambang secara otonom, dengan dukungan dari Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, Aceh juga memiliki Qanun Nomor 17 tahun 2015 yang mengatur bahwa izin usaha tambang dapat diajukan melalui permohonan, berbeda dengan sistem lelang yang diterapkan di tingkat pusat.
Hingga saat ini, Aceh telah mengeluarkan izin eksplorasi dan operasi produksi untuk berbagai komoditas, termasuk 13 izin untuk batu bara dan 30 izin untuk mineral logam.
Pada kesempatan tersebut, Faisal berharap agar sektor pertambangan di Aceh tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial. Hal ini penting agar masyarakat dapat merasakan manfaat jangka panjang dari kekayaan sumber daya alam yang dimiliki.
“Kami berharap pertambangan di Aceh dapat menjadi penggerak ekonomi yang berkelanjutan, tanpa mengorbankan kelestarian alam,” tutup Faisal. []